Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan gambar-gambar erotis, dan pengungkapan diri yang menggoda. Karena merasakan kekosongan di dalam hati, banyak orang mencari stimulasi dalam dunia yang dipenuhi hal-hal seksual ini. Orang-orang yang hidup untuk mencari pengalaman kepuasan seksual tidak akan dapat terus bertahan dan akan menghadapi kekecewaan. Ketika seseorang bangkit dari kekecewaannya, ternyata ia menemukan bahwa dirinya telah diperbudak oleh apa yang disebut dengan ketagihan seksual.
Ketagihan seksual terjadi bila usaha untuk melampiaskan keinginan seksual mendominasi kehidupan seseorang. Bukannya menikmati anugerah untuk merasakan seksualitas dalam konteks yang benar, orang yang ketagihan seksual, dikendalikan oleh keinginan dan tingkah laku seksualnya sehingga semakin jauh dari tujuan yang Tuhan berikan bagi peran seksualitasnya.
Tuhan memberi kita batasan-batasan. Kitab Suci menjelaskan batasan ini adalah pernikahan dengan lawan jenis kita. Kalau kita melampaui batasan, kita membuat sendiri pola pikir dan tingkah laku yang menjerat dan membuat keinginan kita menjadi lumpuh. Pada akhirnya kita tak mampu lagi berkata “tidak” – karena dosa telah memperbudak orang yang hidup di dalamnya.
Benih ketagihan seksual dimulai ketika hati seseorang dibiarkan berkubang dalam fantasi seksual. Kemudian berlanjut, dari hanya pikiran biasa menjadi suatu kebiasaan. Fantasi-fantasi seksual yang diumbar-umbar biasa kemudian membawa kepada tingkah laku seksual yang meluap-luap pula, misalnya melalui gambar-gambar porno atau pun melalui hubungan seksual dengan orang lain.
Nafsu yang tak dikendalikan ini lalu menjadi dorongan yang paling utama dalam hidup orang itu. Mungkin orang itu berpikir dan percaya hal yang sebaliknya, namun perbuatan yang dilakukannya justru membuktikan bahwa mereka rela mengorbankan keluarga, teman, bahkan pekerjaan demi pelampiasan dorongan seksual mereka. Tingkat ketagihan ini akan terus meningkat, sehingga standar moral dan iman percaya orang itu pun semakin terabaikan karena ia terus mengumbar tingkah laku seksualnya. Pada tahap inilah, kehidupan orang itu akan menjadi sepenuhnya dipenuhi keinginan seksual. Lalu ia berkata, “Bagi saya, hidup adalah seks.”
Asal mulanya
Apa yang dapat membuat kita terjerumus ke dalam penyalahgunaan seksual yang menyakitkan ini? Hampir siapapun dapat mengalami ketagihan seksual, tapi orang-orang tertentu yang lebih mungkin melakukannya.
Umumnya, ada kesamaan dalam kepercayaan, perasaan dan tingkah laku yang biasa, pada orang yang ketagihan seksual. Menurut John Bradshaw, orang-orang yang ketagihan seks ini percaya bahwa, “tidak seorang pun menginginkan atau mengasihi mereka sebagai mana adanya mereka. Mereka seakan menghukum diri mereka sendiri.” (John Bradshaw, Healing the Shame that Binds You (Memulihkan Aib yang Membelenggu Anda), hal. 15). Orang yang ketagihan seksual ini percaya bahwa orang lain tidak dapat mengasihi mereka, sehingga mereka perlu mencari kasih itu di tempat lain (yaitu, bukan pada hubungan yang normal dan sehat) untuk mendapatkan kenikmatan. Orang ini akhirnya menjadi percaya bahwa berhubungan seks merupakan kebutuhannya yang paling utama.
Karena merasa tidak berharga dan pasti ditolak oleh orang lain, orang yang ketagihan seksual tidak percaya kepada orang yang lain. Kesenangan seksual mendasar bisa diperoleh dengan orang lain; namun kebutuhan akan suatu hubungan yang akrab tidak akan dapat terpenuhi. Dengan mengumbar seksualitas, orang itu berpikir bahwa ia sudah mendapatkan cukup kepuasan dengan dorongan erotisnya tanpa harus berhadapan dengan kenyataan keintiman dan komitmen yang menakutkan baginya. Orang yang ketagihan seksual sesungguhnya merasa takut untuk dikenali oleh orang lain. Ketagihan seksual menjadi jalan keluar dalam melampiaskan ketidakmampuan seseorang untuk berhubungan dan mendapatkan kenikmatan dalam hubungan dengan orang lain.
Dengan mengumbar-umbar, melampiaskan tingkah laku seksualnya, orang yang ketagihan seksual berusaha untuk menghindari rasa kesepian dan kesedihan yang akan dialaminya kalau tingkah laku ini berhenti.
Pemulihan
Karena ketagihan seksual melibatkan lebih dari sekedar tingkah laku, tidak cukup untuk menghentikannya hanya dengan tidak melakukannya lagi. Rasa ketagihan akan berhenti bila perbuatannya dihentikan dan hatinya diubahkan. Bagi mereka yang sudah terlalu ketagihan, kelihatannya ini mustahil. Dan memang hanya Tuhan yang dapat mengubahkan hati seseorang.
Pada dasarnya, pemulihan di dalam hati hanya bisa melalui satu sumber – yaitu Yesus Kristus. Yesus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup. Yesus rindu untuk memenuhi dengan diriNya orang yang mengalami kesepian dan kehancuran hati karena ketagihan seksual ini. Yesus yang memberi Hidup, membawa mereka yang ketagihan kepada jalan yang menuju kepada pertumbuhan.
Kalau kita sudah menerima Yesus menjadi Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus akan diam di dalam kita, dan Ia menjanjikan jalan bagi kita untuk mendapatkan kuasa yang telah membangkitkan Dia dari kematian. Paulus menuliskan tentang kuasa dari kematian dan kebangkitan Yesus ini bagi kita, di dalam Roma 6:5-7,14:
“Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya. Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. …Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”
Melalui penyaliban dan kebangkitan, Yesus membebaskan kita dari “tubuh kematian.” Ini berlaku dalam hubungan tingkah laku, kebiasaan, pikiran-pikiran serta perasaan yang menghasilkan kematian di dalam diri kita. Bersama dan di dalam Yesus, kita telah mati bagi dosa dan karena itu kita hidup bagi Bapa di sorga.
Pemulihan datang dari kuasa kasihNya. Kuasa ini kita dapatkan karena hubungan kita dengan Dia, melalui ketaatan kita kepadaNya, dan dengan hubungan kita akan jemaat, yaitu TubuhNya.
Kita perlu secara aktif untuk “memegang teguh” kasihNya kepada kita. Terutama sekali, dengan datang kepada persekutuan orang-orang percaya, yaitu jemaatNya. Di dalam sebuah jemaah yang menghargai kejujuran, kita diberi kesempatan untuk berterus terang kepada saudara-saudara seiman kita tentang pergumulan kita. Akan dapat menyembuhkan bagi kita ketika mengetahui bahwa orang-orang masih tetap mengasihi kita meskipun kita telah bersalah. Mereka bisa mendoakan kita sehingga bersama-sama kita akan menerima pembasuhan dan kuasa penyembuhan dari darah Yesus.
Dalam I Yohanes tertulis, “… Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa” (I Yohanes 1:5-7). Sementara anggota jemaat mengenal kita sebagai orang berdosa tapi tetap mengasihi kita, kasihNya akan menyembuhkan kita.
Kesendirian, kesedihan dan kekosongan akan muncul ketika kita mengesampingkan dorongan sesaat dari tingkah laku kita. Ketagihan merupakan suatu jalan keluar untuk menghindarkan diri dari perasaan menyakitkan. Di saat perasaan-perasaan seperti ini timbul, kita membutuhkan bantuan dari saudara-saudara kita. Berdoa seorang diri kepada Tuhan adalah baik tetapi kurang memadai untuk situasi ini, karena Tuhan memakai anggota keluargaNya sebagai utusan-utusan atas rahmatNya.
Biasanya perlu untuk melihat sedikit ke dalam asal muasal keluarga dan pola hubungan di dalamnya. Kala kita mulai mengerti bagaimana luka batin yang kita alami, dan bagaimana kita bereaksi atasnya, kita menjadi belajar juga untuk tidak mengulang pola yang sebelumnya. Kita bahkan mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan luka lama ini untuk kemudian menerima kembali sukacita dari Yesus menggantikan kepedihan yang sebelumnya.
Dengan orang-orang yang telah Tuhan beri kepada kita, kita haruslah berusaha untuk membangun hubungan dengan penuh komitmen. Ini sangat sulit bagi mereka yang mempunyai ketagihan seksual. Kebutuhan sejati dari jiwa adalah hubungan, bukannya tingkah laku seksual yang sebelumnya. Melalui hubungan dengan orang lain, kebutuhan dasar seseorang akan dapat dipenuhi. Juga, sifat dan perbuatan tidak sehat terhadap diri sendiri maupun orang lain akan segera muncul ke permukaan. Kita perlu menyebutkan apa saja perbuatan atau sifat itu dan membawanya kepada Yesus; supaya kita kemudian dapat mendengar perkataan Yesus tentang hal-hal yang sesungguhnya.
Sebagian dari ketagihan seksual dikompori oleh ketidakmampuan kita untuk dengan rendah hati datang kepada Tuhan, bersekutu intim dengan Tuhan, dan menerima kasihNya, karena itu sikap ini haruslah dijadikan kebiasaan. Dengan mengetahui bahwa kita sepenuhnya diterima di dalam Yesus, kita hidup dan bertumbuh dalam pengetahuan bahwa kasihNya yang lebih dari cukup akan senantiasa memulihkan kita.
Kita juga mengembangkan kemampuan untuk berdiam diri di hadapanNya, mencurahkan isi hati kita lalu mendengar tanggapanNya. Kita merasakan bahwa Ia berbicara dan memiliki begitu banyak hal-hal yang sangat indah bagi kita. Semua ini akan mengubah hati kita, waktu demi waktu. Ketagihan seksual adalah cara yang dilakukan untuk mengisi lubang kekosongan di hati yang hanya Tuhanlah yang dapat memenuhinya. Allah telah menaruh di dalam hati setiap orang bagian kekekalan yang kosong, dan hanya Ia sendirilah yang dapat mendiaminya.
Sebagaimana kita menerima hidup berarti yang telah Ia tawarkan kepada kita, kita dikuatkan untuk melepaskan dan menolak belenggu-belenggu yang ada. Kita mencari Dia melalui rahmat yang diberikanNya – yaitu disiplin-disiplin rohani. Melalui disiplin puasa, penyangkalan diri, dan komitmen kita membuka semua pintu untuk dapat menerima kasihNya. Ketika ini semua mengalir, kuasa Allah bekerja menghancurkan rantai-rantai dari ketagihan.
Dengan pertumbuhan kita, kita akan menyadari bahwa Allah menghendaki kita memiliki hubungan yang nyata dengan sesama. Kebohongan dari ketagihan seksual bahwa orang yang lain merupakan obyek dari rangsangan seksual kita. Sebagaimana kita belajar mengasihi sesama “seutuhnya” dari kepribadian mereka, kita akan mendapatkan bahwa kepercayaan dan kasih sayang merupakan kebutuhan nyata yang sesungguhnya kita bagi dengan orang yang lain. Di dalam Tuhan, kita bertumbuh dan terus mengembangkan kapasitas untuk mengutarakan seksualitas kita dengan cara yang benar dalam hubungan yang sehat.
Dalam Mazmur 31:16 Daud berseru kepada Allah, “Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu!” Ketika kita mencari Tuhan melalui berbagai jalan yang disediakanNya, pelepasan dan pembebasan kita adalah pasti. Kemerdekaan kita merupakan sesuatu yang Tuhan berikan dengan sukacita; sedangkan kebebasan kita dari ketagihan seksual adalah warisan yang pasti untuk kita.
© PancaranAnugerah.ORG. All Rights Reserved. Designed by HTML Codex