Masturbasi suatu kata yang membawa ingatan kita pada bayangan gelap tentang rasa bersalah dan ketidakpastian. Bagi banyak orang, membahas tentang masturbasi tidaklah menyenangkan dan mereka lebih suka tidak membicarakannya. Tetapi sebagai makhluk seksual, ‘masalah’ ini akan selalu kita hadapi.
Masturbasi adalah pengalaman umum bagi banyak orang. Walaupun demikian hanya sedikit yang berani mengakuinya. Alasan-alasan melakukan masturbasi memang berbeda-beda, namun pengalaman ini biasanya dilakukan untuk melepaskan ketegangan seksual. Hal ini dilakukan khususnya oleh 1) kaum muda-mudi ketika dorongan-dorongan seksual kuat, 2) mereka yang sudah menikah tetapi persetubuhan yang wajar tidak dapat dilakukan, 3) mereka yang berada dalam penjara atau lembaga-lembaga lainnya di mana homoseksualitas merupakan pilihan satu-satunya.
Masturbasi sering ditemukan di antara orang-orang Kristen yang baru percaya dan juga di antara yang sudah lama percaya. Tidak semua yang bergumul dengan masturbasi berasal dari latar belakang kehidupan yang bermoral rendah. Cukup banyak orang Kristen yang setia juga bergumul dengan perilaku ini. Singkatnya, masturbasi umum dilakukan ketika persetubuhan yang wajar tidak mungkin dilakukan untuk suatu jangka waktu tertentu. Pada kasus ekstrem, masturbasi rutin atau masturbasi kompulsif adalah gejala pergumulan emosi yang seringkali berkaitan dengan identitas diri dan harga diri dari orang yang melakukannya.
Diam
Masturbasi bukan masalah yang dibicarakan dalam percakapan sehari-hari. Walaupun demikian, kita benar-benar memerlukan pandangan Alkitab mengenai aktivitas seksual yang soliter (menyendiri) ini. Anehnya, tidak seperti masalah tingkah laku seksual lainnya, Alkitab membisu terhadap masturbasi. Setiap orang Kristen pasti akan heran mengapa Allah yang memberikan kepada kita lebih dari 30 hukum khusus mengenai tingkah laku seksual, tetapi Dia tidak berkata sepatah kata pun mengenai masalah masturbasi!
Ayat-ayat Alkitab seperti I Korintus 6:9, “orang cabul, …orang berzina, …orang pemburit, …”, Kejadian 38:9-10, “… Onan membiarkan maninya terbuang…”, dan I Korintus 6:13, “…tubuh bukanlah untuk percabulan… “, sering dipakai untuk mencela tindakan seks ini. Tetapi setelah mempelajari ayat-ayat tersebut secara kontekstual (saksama), terbukti bahwa yang dibicarakan dalam ayat-ayat tersebut bukanlah masalah masturbasi. Beberapa orang mengatakan bahwa percabulan (imoralitas seksual) mencakup masturbasi, dan mungkin memang demikian. Tetapi kesimpulan ini ditarik dengan menganggap bahwa ayat-ayat tersebut mencakup masturbasi padahal masturbasi tidak tertulis secara harfiah dalam Alkitab.
Dosa?
Haruskah kita berkata bahwa masturbasi adalah dosa padahal Alkitab tidak berkata apa-apa tentang hal itu? Dalam pengalaman saya, saya selalu menganggap masturbasi seperti halnya merokok. Merokok tidak tertulis secara harfiah sebagai dosa, tetapi kita semua tahu bahwa merokok dapat mengakibatkan tubuh kita menjadi rusak… dan Allah berfirman bahwa jika kita dengan sengaja merusak tubuh kita maka kita berdosa. Bukankah Dia yang menciptakan tubuh kita? Saya rasa ada hubungan antara masturbasi dengan dosa, karena itu saya berpikir, “Mengapa mengambil resiko yang dapat merusak hubungan saya dengan Allah?”
Kesucian
Allah tidak membiarkan kita hidup tanpa peraturan-peraturan moral. Yang penting di sini pada dasarnya adalah masalah kesucian moral. Alkitab berkata bahwa hati manusia adalah sumber dari segala perilaku kejahatan, termasuk dosa seksual… Kita tahu bahwa seseorang dapat bernafsu berahi dalam hatinya dan jatuh ke dalam dosa, walaupun dia tidak melakukan tindakan seksual tersebut secara perbuatan (nyata).
Karena tindakan masturbasi bergantung pada khayalan-khayalan seksual, maka terdapat resiko yang sangat besar bagi kita untuk jatuh ke dalam dosa di dalam hati. Yesus berkata “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dengan dia di dalam hatinya.” (Matius 5:28) Hal ini karena nafsu berahi seringkali berasal dari khayalan-khayalan seksual. Dan kita diperintahkan untuk lari dari nafsu berahi yang demikian.
Malu
Karena adanya ketidakpastian yang menyertai tindakan seks ini maka rasa bersalah, malu dan kekosongan jiwa hampir selalu timbul setelah seseorang melakukan tindakan seks ini. Perasaan-perasaan seperti menyalahkan diri sendiri, memandang rendah diri sendiri dan minder sebagai akibat dari masturbasi, merampas sukacita dan damai sejahtera yang kita miliki bersama Allah. Terlepas dari apakah masturbasi benar-benar merupakan dosa atau tidak, pada akhirnya hampir setiap pelakunya merasa sedemikian bersalah seperti halnya ketika dia berbuat dosa. Ada pula orang-orang yang berpandangan bahwa perasaan bersalah ini berasal dari keberatan-keberatan etika yang ada dalam masyarakat. Karena itu menurut mereka masturbasi seharusnya didukung dan bukannya dicela.
Bersalah?
Jika kita melakukan masturbasi, maka kita akan merasa sangat bersalah. Kita harus menyelidiki mengapa kita merasa demikian. Rasa bersalah yang sejati, yaitu keyakinan berdosa yang ditegaskan di dalam hati nurani kita oleh Roh Kudus, sangatlah baik karena dengan demikian kita menjadi sadar akan dosa kita dan kita terdorong untuk kembali kepada jalanNya. Keyakinan dalam diri kita ini mendorong kita datang kepada Allah untuk mendapatkan pengampunan dan penyucianNya, sehingga persekutuan kita denganNya dipulihkan. Akibatnya, sukacita dan damai sejahtera kembali kita miliki.
Perasaan bersalah yang palsu, atau perasaan yang menyalahkan diri sendiri, berasal dari Iblis. Iblis ingin agar kita tertekan oleh perasaan-perasaan demikian sehingga kita kehilangan segala harapan dan nyali lalu kita menjadi putus asa. Orang yang melakukan masturbasi menjadi mangsa yang empuk bagi Iblis. Saya percaya bahwa sebagian orang yang melakukan masturbasi mempunyai kecenderungan ingin ‘merasakan’ perasaan bersalah ini. Jelaslah bahwa satu-satunya jalan yang pasti untuk menghindari perasaan yang menyalahkan diri sendiri ialah dengan menghindari masturbasi! Berhenti bermasturbasi adalah tujuan akhir yang harus dicapai.
Keinginan untuk memuaskan dorongan seksual merupakan hal yang alami. Ini merupakan pemberian Allah. Kita semua diciptakan dengan potensi seksual. Namun selaku orang Kristen, kita tahu bahwa seks harus dijaga dan dinikmati hanya dalam pernikahan yang sah. Sebelum menikah, kita harus menghadapi keinginan-keinginan seksual kita dalam bentuk yang tidak berdosa. Allah sanggup menyalurkan cara yang tidak berdosa. Allah sanggup menyalurkan kekuatan ini pada arah yang positif dan bertanggung jawab demi kebaikan kita dan kemulian-Nya.
Pengarahan ini dimungkinkan ketika kita mulai belajar menjadi dewasa di dalam Kristus, yaitu ketika kita menyerahkan diri kita sepenuhnya kepada Roh Kudus agar Dia membentuk kehidupan kita. Pendewasaan, termasuk perkembangan tanggung jawab terhadap masalah-masalah seks, mungkin tidaklah terjadi dalam sekejap. Tetapi kita bersyukur kepada Tuhan karena anugerah-Nya yang melindungi kita selama proses pendewasaan diri kita. Anugerah-Nya ini, bukanlah semacam izin untuk berbuat dosa, tetapi sesungguhnya menjaga kita sampai kita menjadi sempurna dalam setiap segi kehidupan. Anugerah-Nya memberi kesempatan kepada kita dan mendorong kita untuk bertumbuh.
LANGKAH – LANGKAH
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat Anda ambil untuk melepaskan diri dari ikatan masturbasi:
© PancaranAnugerah.ORG. All Rights Reserved. Designed by HTML Codex