Memahami Kecanduan Seksual

Memahami Kecanduan Seksual

Apabila kita berbicara mengenai ketagihan seks, maka ada satu hal yang kita SEMUA perlu memperhatikan ialah bahwa kita rentan untuk menjadi terikat pada hal-hal yang membuat kita merasa lebih nyaman, merasa lebih aman, dikasihi, dilindungi dan dipuaskan. Kita menjadi ketagihan pada perkara-perkara tersebut yang memberi kepada kita rasa harga diri, dan yang menolong kita untuk mampu menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidup kita.

Oleh karena itu kita semua cenderung menjadi kecanduan dengan satu atau lain hal. Orang yang kecanduan pekerjaan, stres, berkhayal, relasi ketergantungan, makanan, TV, kebersihan, olah raga, fitnes, penampilan dan rutinitas sehari-hari mengalami proses kejiwaan dan syaraf yang sama yang dialami seseorang sehingga ia menjadi pecandu alkohol atau obat-obatan terlarang. Kita bisa kecanduan akan banyak hal dalam hidup ini!

Umumnya orang berkata: ”Kita adalah mahluk yang menyukai kebiasaan.” Dan bila kita berbicara tentang berbagai jenis ketagihan, misalnya yang sederhana saja: Jika saya melakukan sesuatu yang membuat saya merasa nyaman, saya mungkin akan melakukannya lagi. Jika saya terus melakukannya, dan hal itu membuat saya selalu merasa nyaman, maka saya mungkin akan menjadikannya suatu kebiasaan; sekali menjadi kebiasaan, maka hal itu menjadi penting bagi saya dan saya akan merasa kehilangan bila hal itu diambil dari saya. Dengan kata lain, saya menjadi terikat dengan hal tersebut. Dan bila kita menjadi terikat dengan sesuatu atau kepada seseorang, maka seringkali itulah awal terjadinya ketagihan.[i]

Untuk bisa mengerti dan mempunyai belas kasihan dengan apa yang dialami orang yang ketagihan seks, kita dapat mulai dengan menempatkan diri kita pada tempat mereka serta memikirkan bahwa kitapun mempunyai kapasitas untuk jatuh dalam dosa dengan cara yang demikian. Kita semua dapat belajar sesuatu dari kesembuhan penderita ketagihan seks.

Kecenderungan Kita Terhadap Ketagihan

“Dimana hartamu berada di sanalah hatimu.” Seringkali kita menjadi terikat atau ketagihan kepada seseorang, harta milik, atau berbagai bentuk kekuasaan. Hal-hal tersebut yang mulai mengalihkan perhatian kita, hal-hal itu pula yang dapat menggantikan atau mengisi tempat di dalam hati kita di mana kita mempunyai suatu kerinduan yang sangat dalam untuk tidak berada seorang diri, melainkan mengenal dan dikenal oleh Tuhan dan orang lain, untuk mengasihi dan dikasihi. Ketagihan kita mengisi kekosongan di hati yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Bukannya kita fokus kepada Dia, melainkan kita mencoba memenuhi kebutuhan kita dengan cara kita sendiri.

Kita dapat menyebut ketagihan sebagai penyembahan berhala karena hal-hal tersebut dapat menjadi ”dewa” bagi kita. Seringkali kita berpaling kepada “berhala” kita untuk memenuhi kebutuhan kita. Hal tersebut dapat memberikan kepada kita: keamanan, nilai, harga diri, suatu perasaan bahwa kita dikasihi, suatu cara untuk melepaskan beban kita atau lari dari beban-beban kita. Dalam menangani kecenderungan kita terhadap ketagihan maka pertanyaan yang penting adalah: “Apakah hal tersebut membuatmu lebih bebas untuk mengasihi Tuhan, dirimu sendiri dan sesamamu? Ataukah tidak?”

Apakah Saya Seorang yang Ketagihan?

Hampir segala sesuatu dalam hidup ini dapat menjadi obyek keterikatan yang akhirnya menjadi ketagihan. Ketagihan yang sejati adalah kelakuan yang timbul dari dorongan kuat dari dalam yang tidak dapat dilawan sehingga menjadi kebiasaan, yang mengganggu perjalanan kita dengan Tuhan: ketagihan mengikat kita dan bukannya membebaskan kita. Seringkali ketagihan itu menjanjikan dan memberikan rasa palsu akan keamanan atau kepuasan. Ketagihan akan selalu, dengan tingkat intensitas yang berbeda, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: kegemaran, kerakusan, kompromi, gejala menarik diri dari pergaulan, kecemasan, kehilangan kemauan dan perhatian yang terganggu.

Ketagihan Seks – Masalahnya

Ada orang yang menggambarkan ketagihan seks itu sebagai “kutu air” dari pikiran: “Ia tidak pernah hilang, ia selalu

ingin digaruk, dan menjanjikan kelegaan…namun sesungguhnya menggaruk menimbulkan rasa sakit dan membuat semakin gatal.”[ii]

Perilaku ketagihan seks adalah dosa terhadap jiwa orang itu sendiri. Seperti yang dikatakan Rasul Paulus dalam 1 Korintus, orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri.

 “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor 6:18-20)

Seringkali orang yang mempunyai pergumulan dengan ketagihan seks merasa dirinya terjerat, ingin berhenti namun tidak bisa. Ada yang merasa bebas selama beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun, sampai sesuatu memicu terjadinya ketagihan lagi; stres, waktu luang, perubahan dalam hidup, suatu tanggal dalam kalender yang spesial (misalnya, Valentines Day), suatu tempat, sebuah lagu favorit dari masa lalu…

Ketagihan itu sendiri menyerang kehendak dan harga diri. Ketagihan membelah hati menjadi dua. Orang yang ketagihan seks seringkali mengatakan bahwa mereka merasa seperti dua orang yang berbeda—”Dr Jekyll dan Mr. Hyde.”  Satu bagian dari mereka ingin taat kepada Tuhan, menghormati pernikahan mereka, menjaga kekudusan mereka, tetapi bagian yang lain hanya ingin meneruskan perilaku ketagihan.

Di tengah-tengah ketagihan seks kita bisa ikut merasakan apa yang ditulis Rasul Paulus dalam Roma 7:19-25:

 “Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah—oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (ayat 19, 25)

Tingkat Ketagihan Seks

Ada empat tingkat ketagihan. Hal ini akan menolong kita untuk mengategorikan dan mengerti lingkup ketagihan seseorang. Semua tingkat itu bersifat menghancurkan dan mengikat jiwa seseorang.

  1. Dorongan paksaan untuk masturbasi, hidup berkhayal, nafsu hati, kebiasaan masturbasi dalam perkawinan. (Walaupun khayalan dan nafsu berada di tingkat pertama, seringkali pikiran-pikiran dan kenangan-kenangan adalah yang paling sulit untuk dihapuskan.)
  2. Pemakaian pornografi (biasanya disertai masturbasi), telepon seks, pornografi-lunak, buku yang erotis.
  3. Perjumpaan seksual dengan orang dewasa yang menyetujui, perjumpaan seksual yang anonim, pelacur, mengunjungi toko buku seks, pertunjukan bugil.
  4. Hal-hal yang melibatkan orang lain tanpa sepengetahuan orang itu atau di luar kehendak Hal ini termasuk: telefon yang tidak senonoh, ekshibisionisme (memamerkan bagian-bagian tubuh), voyeurisme (mengintip / mengintai orang lain untuk kepuasan seksual), kekerasan atau pelecehan terhadap anak, perkosaan, dan inses.

Peringkat ini dengan mudahnya saling tumpang-tindih dan seringkali akan berkembang menjadi kegiatan tingkat empat jika dibiarkan begitu saja.

Pemulihan

Hanya Yesuslah satu-satunya yang benar-benar dapat membebaskan kita dari tubuh dosa dan kematian ini. Pengakuan ini adalah permulaan dari pemulihan.

Setiap orang yang mengalami pergumulan baik dengan ketagihan seks atau ketagihan macam apapun, dapat mengambil keputusan dan berjanji untuk berhenti, melawannya, mau untuk meninggalkannya, menghindarinya, menggantikannya dengan sesuatu yang “positif” – tetapi ini bukanlah kebebasan.

Tidak dapat dimungkiri bahwa kebebasan yang sejati diberikan kepada kita sebagai anugerah. (Anugerah bukan diperoleh dengan usaha, manipulasi atau menggoda Tuhan. Anugerah diberikan begitu saja. Kita dapat berdoa untuk itu, mencarinya, menerimanya, merindukannya.)  Kita dapat memerangi ”monster yang di dalam” ini dengan membenci diri sendiri karena hal itu, atau kita dapat mulai memandang kepada bagian yang hancur dan menyakitkan dalam hidup kita ini sebagai tempat yang sangat membutuhkan hadirat Tuhan untuk masuk ke dalamnya. Hal itu bisa terjadi bila kita rendah hati dan dalam keheningan masuk ke dalam hadirat Tuhan.  Mendengarkan, seperti yang dikatakan Leanne Payne, adalah mentaati.  Hal ini tidaklah mudah.  Kasih yang sejati adalah suatu pilihan yang sulit – kita dengan perasaan hati yang sakit berbalik dari kasih yang palsu dan memberhalakan kepada Tuhan yang benar, yaitu Yesus Kristus.

Jalan Menuju Kebebasan

  1. Kerelaan / Kejujuran secara pribadi: Kejujuran secara pribadi adalah langkah pertama.  Apakah Anda mau bebas? Apakah lebih penting kelihatan bebas atau menjadi bebas?
  2. Belajar untuk percaya kepada orang lain:  Sikap yang salah: “Saya bisa menyelesaikan perkara ini sendiri!” Langkah yang berikutnya adalah membawa orang lain yang dapat dipercaya ke dalam apa yang sesungguhnya sedang terjadi dalam hidup Anda. Anda harus mendapatkan orang yang dapat menerima dan mengasihi Anda walaupun mereka tahu akan ketagihan Anda.
  3. Pengakuan dan pertobatan: Patahkan rahasia dari pergumulan Anda dengan secara teratur melapor kepada orang lain tentang perkembangan pergumulan Anda, bagaimana keadaan Anda sekarang, apa yang Anda pikirkan, di bagian mana dan kapan Anda merasa lemah atau rentan terhadap dosa seksual. Ketika orang lain mengetahui tentang ketagihan kita, kompromi dan kebohongan yang selama ini kita percayai telah dipatahkan, lalu kita mulai bebas dari ketagihan itu.

Dietrich Bonhoeffer menulis dalam bukunya Life Together:

“Seseorang yang mengakui dosa-dosanya di hadapan seorang saudara (atau saudari) tahu bahwa ia tidak lagi seorang diri; ia mengalami hadirat Tuhan dengan nyata di dalam diri orang lain itu. Selama saya seorang diri dalam mengakui dosa-dosa saya, segala sesuatu tinggal dalam kegelapan, tetapi di hadapan seorang saudara, dosa tersebut dibawa ke dalam terang.”

              4. Memperbaiki kehendak (will): Orang yang ketagihan harus mengklaim                       kembali dan memulihkan kehendaknya yang diberi Tuhan. Kehendak                                   adalah kemampuan untuk memilih yang baik atau yang jahat. Meskipun                             kehendak sangat lemah, kehendak itu selalu ada.

Sedikit tentang “doa pelepasan”. Kita tidak menyangkal adanya kuasa-kuasa roh jahat di dalam ketagihan seks. Namun demikian, ”doa pelepasan” (menyebut dan mengusir roh jahat) tidak menghilangkan tanggung jawab pribadi, yaitu kehendak seseorang untuk membuat pilihan baik atau buruk. Juga doa pelepasan tidak menghilangkan kapasitas untuk menjadi ketagihan. Apa yang dapat terjadi dalam hidup kita digambarkan oleh perkataan Yesus yang mengacu kepada roh-roh jahat yang kembali ke rumah yang telah disapu bersih, sehingga keadaan kita menjadi lebih buruk dari pada sebelumnya.[iii]

  1. Menghadapi kenyataan yang ada di dalam hati: Pada waktu kebiasaan dan pola ketagihan mulai hancur, maka banyak isu akar permasalahan mulai timbul ke permukaan. Apa yang dibutuhkan di sini adalah saat teduh, kesunyian, mendengarkan suara Tuhan dalam doa, pertanggung jawaban dan keterbukaan, penggembalaan, konseling, dan kelompok pendukung. (Kita harus mengklaim kembali hati kita sendiri, dan bukan menggantikan apa yang ada dengan perkara-perkara yang hanya mengalihkan perhatian kita.)
  2. Belajar untuk memberi dan menerima kasih yang tidak erotis: Pada saat orang yang ketagihan itu belajar berjalan dalam kepribadiannya (atau diri) yang baru, mereka belajar untuk melihat melalui “lensa” (pandangan) non-seksual. Mereka belajar bahwa keintiman tidak sama dengan seks. Saudara tidak harus menjalin hubungan secara seks untuk mempunyai relasi yang akrab dan berarti dengan orang lain.
  3. Anugerah, pertanggung jawaban, kelompok pendukung, dan terapi yang berkelanjutan:  Orang yang ketagihan seks membutuhkan konteks yang berkelanjutan untuk mengaku dosa, berbagi tentang pergumulan dan pencobaan, dan mendapatkan dorongan.  Jangan mencoba mendapatkan kesembuhan, kebebasan, kekudusan, dan pengendalian diri terhadap kecanduan seorang diri!
  4. Pertimbangan-pertimbangan khusus untuk pasangan suami isteri: Pasangan dari yang kecanduan juga terpengaruh oleh dosa itu. Pasangan pecandu tidak bisa selalu berfokus pada “si pecandu” atau kecanduannya saja.

Pasangan dari yang kecanduan juga perlu dukungan pribadi. Kepercayaan itu telah dilanggar dan kedua belah pihak membutuhkan dukungan yang berbeda.

Pasangan dari orang yang kecanduan bukanlah sumber yang terutama atau satu-satunya yang harus selalu menolong orang yang kecanduan tersebut. Di sini mereka berdua membutuhkan adanya batasan-batasan yang jelas, mengenai kelakuan bagaimana yang bisa ditolerir dan berapa banyak detail yang dibagikan dan kapan pergumulan itu disampaikan kepada pasangannya.

Ó Reprinted by permission

[i] Gerald May, Addiction & Grace, 56 (paraphrased)

[ii] Patrick Carnes, Out of the Shadows, vii

[iii] Matthew 12:43-45, Luke 11:24-26

Kontak Kami logo Donasi

© PancaranAnugerah.ORG. All Rights Reserved. Designed by HTML Codex