Menjelang akhir tahun, saya mendapat kesan akan mengalami suatu hal yang “tidak biasa” yang akan memberi saya perspektif yang berbeda dalam menjalani tahun 2025. Sebetulnya, Tuhan sudah mempersiapkan saya dengan mengalami berbagai kehilangan kecil seperti kemerosotan kesehatan ayah saya. Kami harus bolak-balik rumah sakit dan berhadapan dengan penyesuaian emosi Beliau terkait keterbatasan yang makin besar. Namun, tanpa saya duga, pada Desember saya mendapat berita bahwa sahabat masa kecil saya sakit keras. Tes darah tepi dan konfirmasi dokter di Malaysia menyatakan bahwa dia terkena leukemia limfoblastis akut. Progres penyakitnya begitu cepat sampai akhirnya menyebabkan pendarahan di otak dan dia pun pergi ke pangkuan Bapa sebelum Januari berakhir.
Dalam jam-jam terakhirnya, saya menyempatkan diri menjenguk untuk melepas dia di sana dan menemani anggota keluarganya yang masih terkejut karena telah ditinggal oleh orang terkasihnya. Respons pertama saya adalah menangis. Saya tidak kuasa melihat dia terbaring begitu lemah, tubuhnya amat kurus, dan tersambung dengan aliran oksigen dan obat yang menjaga tekanan darahnya untuk bisa bertahan beberapa jam saja. Saya seperti bermimpi, orang yang banyak membantu saya ketika saya kesulitan belajar karena masa kecil saya yang “berantakan,” kini sudah pulang ke surga.
Saya hanya bisa memahami duka keluarga yang ditinggalkan dan menghibur mereka dalam kedukaan saya. Orang yang sudah “pergi” tidaklah bisa tergantikan oleh siapa pun, demikian pula dengan kehilangan yang kami alami. Kehilangan ibu saat saya berusia 13 tahun membuat saya lebih mudah menyelami perasaan anak-anaknya, apalagi mereka masih jauh lebih muda daripada saya sewaktu ditinggal pergi. Meskipun demikian, di tengah kekalutan dengan pengurusan surat-surat dan persiapan kremasi, Allah membuka berbagai jalan untuk kami sehingga semuanya berjalan dengan lancar.
Ketika saya sudah lebih tenang, Tuhan berbicara, “Kalian memang mengasihi dia, dan Aku mengasihi-Nya dengan nyawa-Ku. Namun, Aku juga akan bertanggung jawab atas hidup anak-anaknya.” Saya hanya bisa menangis karena kehilangan yang kami alami tidak mengubah kebaikan Yesus karena Dialah yang bisa terus mengasihi almarhumah dan memelihara keluarganya lebih daripada yang saya bisa. Di samping itu, Roh Kudus juga mengingatkan saya bahwa kesempatan saya untuk mengasihi orang lain juga unik dan tidak tergantikan, tetapi waktunya terbatas. Kita tidak pernah tahu untuk berapa lama suatu “tuaian” ditempatkan bersama kita dan dalam jangkauan kita. Karena itu, firman-Nya memerintahkan kita untuk menjadikan kasih yang nyata sebagai yang teratas. “Jadi, … pada waktunya, kita akan menuai hasil yang baik jika kita tidak menyerah atau berhenti. Sekarang, setiap kali ada kesempatan, mari kita usahakan kebaikan bersama, mulai dari orang-orang terdekat kita dalam komunitas iman” (Gal. 6:9-10 terj. MSG).
Tema besar kita pada tahun 2025 adalah Merawat Diri dan Sesama. Para koordinator dan LT di berbagai kota akan diperlengkapi untuk mengembangkan belas kasihan dan keterampilan dalam mendampingi aktivis yang dibina dan alumni yang dijumpai. Filosofi dan praktik pelayanan Pancaran Anugerah selalu mengedepankan transformasi hidup yang terjadi dalam interaksi yang autentik, kerendahan hati untuk mendengarkan Allah, keberanian untuk berjalan bersama di tengah perjalanan yang berbatu-batu, dan semangat untuk senantiasa diperbarui dalam proses jatuh bangun yang dialami.
Sepanjang 2025 Pancaran Anugerah juga akan menanam ataupun merawat pelayanan yang baru maupun relatif muda di beberapa tempat dan masing-masing kota akan didampingi dalam mengembangkan kemitraan yang strategis. Kunjungan, pelatihan, pendampingan, dan pengadaan program/event akan selalu membutuhkan doa, daya, dan dana dari Bapak/Ibu sekalian. Mari kita terus merawat diri dan pelayanan yang Tuhan telah percayakan ke tangan kita bersama ini!
Saya berdoa kebajikan dan kemurahan-Nya mengikuti Anda sepanjang tahun ini!